Reuben Augusto
Menolak dunia yang bertumpu pada hasil, mekanik dan terprediksi adalah bentuk perengkuhan mimpi terlarang dalam dunia yang rasional. Mengirasionalkan semua tindakan sebagai ilegalitas sikap menantang keadaan yang tampak baik-baik saja. Mentransformasikan keputusasaan menjadi kekuatan harapan. Menemukan kembali kembali sisi liar kebinatangan yang hampir musnah tersapu domestifikasi. Bersamaan dengan itu, dengan egois kembali melihat diri masing-masing sebagai budak yang menyalakan api untuk membakar semuanya.
Tak ada yang mesti disisakan dari dunia hari ini.
Yang kehilangan matahari karena menggantinya dengan bohlam-bohlam kaca. Yang lupa kasarnya kulit pohon karena disergap kecepatan menakutkan dari kendaraan bermotor. Yang tak belajar pada Icarus karena memilih duduk disamping teror kematian terjatuh dari ketinggian tak masuk akal. Yang memperbudak hewan-hewan lain karena ketidakmampuan dirinya melepaskan rantai budak di lehernya. Yang mengangkat diri sebagai penguasa bumi karena depresi akut opresi hidup yang dialaminya. Pengecut yang hanya sanggup memutasikan semua rasa sakit tanpa pernah berani menghadapi kenikmatannya. Meski kalah sekalipun.
Inilah wajah mutakhir dari dunia hari ini.
Dihuni oleh padatnya konstruksi bata dan besi yang menyimbolkan kebingungan serta konstruksi-konstruksi palsu dari ketiadaan gairah dan kegembiraan. Jalan-jalan yang dipadati oleh kesenyapan serta rasa kehilangan yang semakin menyakitkan waktu demi waktu. Dan diciptakan mesin penghitung waktu dari rasa lelah yang berdetak untuk menjadi monumen kepanikan massal. Maraton tanpa akhir dengan rute berputar yang terus berulang setiap hari. Rutinitas yang secara mistis adalah bentuk prosesi pemujaan akibat kegilaan kerja, hirarki dan tentu saja kapital.
Itu mengapa tak ada yang mesti disisakan dari dunia hari ini.
Sama seperti ketiadaan harapan kami akan masa depan yang dibangun dari imaji-imaji. Sama juga dengan ketidakbutuhan akan hari esok jika sekali lagi kami mesti melalui hari ini tanpa interupsi.
Kami memilih menjalani petualangan tanpa kompas, tanpa panduan. Sehingga kami menertawakan mereka yang berusaha merumuskan program masa depan. Serevolusioner apapun itu, semuanya tak lebih dari utopi. Masa depan belum tertulis sehingga ia tak butuh kalkulasi aritmatika atau rumusan definisi sosial.
Sebagai front para egois, kami memilih mendefinisikan frustasi hidup harian masing-masing kami sendiri. Melepaskan energi kreatif yang selama ini terbelenggu dan menerima segala konsekuensinya. Bahkan jika kami mesti berhadapan dengan kematian secara fisik.
Pertarungan ini bukan ditujukan untuk memenangkan masa depan. Ia semata-mata hanyalah upaya untuk memaknai hidup hari ini.
Membakar Ketakutan dan Menuliskan Lagi Kebencian Yang Kami Miliki
Kami saling memandang, meyakinkan diri tentang keputusan yang kami buat. Kami memeriksa senjata kami, kami menginterogasi kebencian kami: "Mari kita pergi untuk itu sekali lagi ... kali ini ‘sampai akhir’ ..."
(Conspiracy of Cells of Fire, Communique)
Kami bukanlah kumpulan dari hitungan amnesia. Sehingga dengan sadar kami telah melihat kerja-kerja nyata seminimal apapun dari beberapa orang di waktu yang lalu. Namun mereka bukan martir meski tidak harus dilupakan. Kami telah menoleh untuk sekedar merayakan dengan sederhana dan waspada setiap usaha dan praktik dengan solidaritas dalam tindakan.
Di waktu kemarin, Libertania telah eksis sebagai sebuah grup yang dengan tegas mempropagandakan perjuangan anti kapitalisme berkarakter anti otoritarian. Dalam pasang surutnya hingga berakhir, telah lahir upaya serius untuk menghadirkan aksi-aksi yang membuka alternatif dan melampaui kemungkinan-kemungkinan lain di luar ketidakmungkinan yang diaminkan oleh kaum Kiri, bajingan birokrat dan para korporat. Dan menolak untuk mengkategorisasikan rentang perjalanan grup ini dalam periodisasi adalah juga seperti penolakan terhadap kategorisasi lainnya yang menjebak.
Seperti juga kekalahan, telah kami pahami terdapat juga hal-hal penting yang dapat dianggap sebagai pelajaran kalau tidak cukup layak untuk dinamakan kemenangan kecil. Catatan-catatan berharga yang kini kami gunakan untuk menjadi bahan perbandingan lain. Seperti juga kami tanpa malu mencuri, membajak, menjiplak berbagai hal dari banyak tempat. Tak ada batasan untuk mencari cara mempersenjatai hasrat dari masing-masing kami.
Dan sekarang, dalam kesadaran penuh kami memutuskan untuk mencoba projek yang berbeda baik dalam format dan metoda. Seperti juga tanpa ragu, memilih menggunakan kembali nama Libertania untuk sekedar mempermudah kamerad-kamerad lain berkomunikasi dengan satu ataupun sebagian dari partisan front temporer ini. Di sisi lain, kami berupaya menjadikan pengalaman historis sebagai refleksi agar bisa menghindari pengulangan-pengulangan yang berporos pada glorifikasi anarkisme seperti yang dilakukan oleh hardcore punk dan para intelektual kutu buku.
Itu mengapa kami dengan sinis menertawakan mereka yang mau bersusah payah mendefinisikan ideologi dan menempelkan label anarkisme pada tiap-tiap orang yang ada di aliansi non permanen ini. Seperti juga kami mengangkangi mereka yang mengira bahwa kelompok kecil ini hadir untuk mempelopori kebangkitan dari kemunduran gerakan anti kapitalisme di sini –Manado. Kami juga menolak asosiasi dengan label-label sejenis sindikalis atau primitifis yang digemari para anarkis pop.
Kami meludahi ‘aktifisme’ karena semenjak kemunculannya, tak ada hal yang patut dihargai daripadanya selain daripada penghancurannya. Minat yang sama juga kami tujukan terhadap politik dan setiap agen dibelakangnya. Ketertarikan pada destruktifikasi semua ornamen dan pajangan-pajangan serta runtuhnya semua bangunan simbolik mereka bersamaan dengan naiknya politisi terakhir ke tiang gantungan. Juga pelecehan ini dialamatkan kepada seluruh organisasi revolusioner yang dalam kepalsuannya yang disingkap, semuanya tak lebih dari praktik subordinasi menyedihkan dan ketertundukan terhadap hirarki yang diparadekan di jalan-jalan dalam bentuk sejumlah besar orang.
Maka berhentilah menanyakan sikap kami masing-masing terhadap Negara dan Kapital. Karena kemuakan kami sejalan dengan ketiadaan permintaan kami.
Tak ada soal waktu kerja yang lebih pendek, tak ada soal upah yang lebih layak, tak ada soal pemerataan pembangunan, tak ada soal pemerintahan demokratis, tak ada soal distribusi pangan secara adil, tak ada soal mengenai hukum yang independen, tak ada soal pemilu yang bersih, tak ada soal penundaan-penundaan yang pragmatis dan dangkal.
Yang tersisa dari semua penghapusan ingatan tentang kemerdekaan dan digantikan dengan injeksi paksa ingatan budak, kami tidak lupa bahwa kami telah dan masih disakiti. Dan beruntung karena masing-masing kami adalah pendendam sehingga menjadi wajar melakukan balasan yang bukan hanya sama keras, namun mesti jauh lebih mematikan.
Dan juga adalah penting untuk dimengerti bahwa kami datang tanpa program masa depan. Tanpa rumusan soal format dan bentuk seperti apa nantinya. Kami tak mau membuang energi ke sudut itu, sekecil apapun itu. Tak ada yang penting untuk dibicarakan mengenai hal ini.
Perjuangan kami sekali lagi adalah soal hari ini. Meski jika nanti dalam akhir perjuangan mengabolisi semua musuh, kami hancur besertanya, kami tak peduli. Telah diputuskan bahwa tak ada lagi harapan soal masa depan karena tak tersisa lagi ruang untuk benar-benar dapat membayangkan keindahannya tanpa kontaminasi dari sistem hari ini.
Jika hari ini adalah matahari terakhir yang dapat dirasakan, maka biarlah. Kami akan membakar seluruh kota untuk merayakannya. Kami akan bernyanyi dengan gembira.
0 komentar:
Posting Komentar