Mitos 1 : Kerja adalah sesuatu yang penting
Sangat tergantung dari pemahaman anda tentang ‘kerja’. Mari berpikir tentang berapa banyak orang yang menikmati bertaman, memancing, pengrajin kayu, memasak, bahkan juga programmer computer untuk kepentingan mereka masing-masing. Bagaimana jika seluruh aktifitas tadi mampu menyediakan seluruh kebutuhan anda??
Selama ratusan tahun, manusia mengklaim bahwa kemajuan teknologi akan segera membebaskan manusia dari keinginan mereka terhadap kerja. Hari ini manusia telah memiliki semua kapabilitas itu yang bagi para pendahulu kita adalah sesuatu yang tidak bisa mereka bayangkan, tetapi prediksi tersebut belum terwujud. Di Amerika Serikat, orang-orang bekerja lebih lama dari beberapa generasi sebelumnya – kaum miskin yang bekerja untuk bertahan hidup, kaum kaya yang bekerja untuk persaingan. Yang lain lagi dengan keputus-asaan mencari pekerjaan, sangat menikmati kenyamanan waktu senggang selagi masih tersedia. Meskipun perbincangan tentang resesi dan kebutuhan untuk penghematan, korporasi tetap melaporkan pendapatan, yang kaya semakin kaya dari sebelumnya, dan jumlah yang sangat besar dari barang dagangan diproduksi hanya untuk dibuang percuma. Ada sangat banyak kekayaan, tetapi tidak digunakan untuk membebaskan manusia.
Sistem yang seperti apakah yang secara bersamaan mampu memproduksi kekayaan yang melimpah dan sekaligus mencegah kekayaan melimpah?? Para pendukung pasar bebas selalu berargumen bahwa tidak ada pilihan yang lain – dan begitupun masyarakat kita teroganisir untuk mengikuti hal ini, dan memang tidak ada plihan lain.
Dan suatu ketika, sebelum waktu mencatat dan sebelum kekuasaan lahir, segala sesuatunya dapat terselesaikan tanpa pekerjaan. Alam telah menyediakan seluruh kebutuhan manusia yang belum diolah dan belum di privatisasi. Pengetahuan dan keterampilan tidak eksklusif kedalam wewenang para ahli yang mempunyai lisensi, yang diadakan oleh institusi yang mahal; waktu tidak dipisahkan kedalam produktifitas kerja dan konsumsi waktu senggang. Kita memahami bahwa pekerjaan ditemukan setelah beberapa ribu tahun yang lalu, sedangkan manusia telah ada jauh sebelum ribuan tahun yang lalu. Kita telah dihadapkan bahwa hidup adalah ‘terasing, miskin, jorok, kasar, dan pendek’ belakangan ini – tetapi cerita tersebut disampaikan kepada kita oleh mereka yang memaksakan jalan hidup seperti itu, bukan oleh mereka yang menerapkannya.
Ini bukan bermaksud mengatakan bahwa kita seharusnya kembali dimana segala sesuatunya harus berjalan sebagaimana seharusnya, atau kita bisa bependapat – bahwa hal tersebut tidak bisa diterapkan lagi dijaman sekarang. Jika para pendahulu kita bisa melihat manusia sekarang, mereka mungkin sangat gembira tentang sebagian karya penemuan kita dan juga terkejut karenanya, dan mereka tentu saja terheran-heran tentang bagaimana kita mengaplikasikannya. Kita membangun dunia ini melalui para pekerja, dan tanpa halangan tertentu kita bisa membangun dunia yang lebih baik. Ini bukan tentang melupakan semua yang kita telah pelajari. Melainkan meninggalkan semua yang tidak berguna dari yang kita telah pelajari.
Mitos 2 : Kerja adalah produktif
Seseorang sulit menyangkal bahwa kerja adalah kegiatan produktif. Hanya beberapa ribu tahun setelah itu telah merubah permukaan bumi secara dramatis.
Tetapi apakah sebenarnya yang diproduksi? Billiunan potongan kecil yang segera dibuang: laptop dan cellphone yang dalam beberapa tahun segera usang dan tidak terpakai. Bermil-mil buangan sampah dan berton-ton karbon chlorofluore. Pabrik-pabrik segera berkarat ketika para pekerja semakin dibayar murah dimana-mana. Penampungan besi tua terisi penuh, sementara itu jutaan penderita gizi buruk; perawatan medis hanya dapat dibeli oleh mereka yang kaya, novelis dan para filsuf dan gerakan seni pada umumnya tidak punya banyak waktu untuk masyarakat, perlahan kemudian tersubordinasi ke motif untuk profit dan kebutuhan terhadap hak cipta.
Dimanakah sumber dari seluruh kegiatan produksi ini berawal? Apa yang terjadi dengan ekosistem dan komunitas yang telah dirampas dan diekspliotasi? Jika kerja adalah sebuah kegiatan produktif (kegiatan yang menghasilkan), maka kerja juga adalah kegiatan yang destruktif.
Kerja tidak menghasilkan barang-barang yang tidak direncanakan, kerja bukan aksi sulap. Sering, kerja membutuhkan material yang langka dari biosfer – hasil bumi yang penting untuk semua mahluk – dan dirubah menjadi produk, dihidupkan oleh logika pasar. Bagi mereka yang melihat dunia dalam konteks keseimbangan kurva neraca, ini merupakan sebuah kemajuan, tetapi bagi kita seharusnya tidak mempercayai kata-kata tersebut.
Kapitalis dan Sosialis selalu memanfaatkan hal tersebut untuk membenarkan bahwa kerja menghasilkan nilai. Pekerja harus mempertimbangkan kemungkinan yang lain – dalam hal bekerja sebagai nilai. Karena itulah mengapa hutan dan kutub es telah dikonsumsi disepanjang kehidupan kita; keinginan dalam tubuh sepulang dari kerja berhubungan pararel dengan kehancuran dalam skala global.
Apa yang harus diproduksi jika bukan dari biosfer? Mari memulai dengan; bagaimana jika memproduksi kebahagiaan kita? Bisakah kita bayangkan sebuah tatanan masyarakat yang aktifitasnya bertujuan untuk menciptakan kehidupan, eksplorasi misteri kehidupan, daripada menumpuk kekayaan dan menambah persaingan?? Kita masih tetap memproduksi barang dalam masyarakat tentunyam tetapi bukan untuk meraih profit. Festival, berpesta, filosofi, romansa, kreatifitas, mengasuh anak, pertemanan, petualangan – kita bisa menjadikan hal ini menjadi tujuan utama kehidupan, daripada hanya menjadi waktu cadangan .
Hari ini segalanya telah terbalik – konsep kebahagiaan telah dikonstruksi sebagai perangsang untuk produksi. Keajaiban kecil dari sebuah produk telah mengacaukan kita dan seluruh dunia.
Mitos 3 : Kerja menciptakan kekayaan
Kerja tidak dengan mudah menciptakan kekayaan dimana awalnya hanya ada kemiskinan. Kebalikannya, selama memperkaya beberapa kelompok melalui pengeluaran kelompok lain, maka kerja adalah pencipta kemiskinan dan profit.
Kemiskinan bukanlah sebuah kondisi objektif, melainkan sebuah relasi yang dihasilkan oleh distribusi hasil-hasil alam yang tidak seimbang. Tidak akan pernah ada kemiskinan didalam masyarakat yang kehidupannya didasari atas berbagi. Kemungkinan ada kekurangan tetapi tidak seorang pun diperlakukan secara tidak pantas dengan ‘tidak tau segalanya’ sementara yang lain ‘lebih mengetahui’ terhadap apa yang harus dikerjakan. Adalah profit, merupakan akumulasi dan permulaan minimum dari kekayaan yang diperlukan, untuk mempengaruhi kondisi masyarakat, semakin meningkat dan terus meningkat, kemiskinan pun semakin hari semakin lemah.
Kerja tidak hanya menciptakan kemiskinan selain kekayaan – kerja mengkonsentrasikan kekayaan ditangan sebagian kecil orang dan menyebarluaskan kemiskinan. Bagi Bill Gates; jutaan orang harus hidup dibawah garis kemiskinan, untuk setiap Shell Oil harus ada yang bernasib seperti Nigeria. Semakin banyak kita kerja, semakin banyak keuntungan yang diraih dari pekerja, dan semakin miskin pula kita jika dibandingkan dengan mereka yang mempekerjakan kita.
Jadi, tambahan untuk mencipkatan kekayaan adalah; kerja menjadikan orang semakin miskin. Ini terlihat jelas bahkan sebelum kita memfaktorkan, seluruh jenis pekerjaan membuat orang-orang menjadi miskin; miskin secara tekad, miskin dalam waktu luang, buruk dalam kesehatan, miskin dalam pengertian siapakah diri kita selain karir dan akuntan bank, miskin dalam jiwa.
Mitos 4 : Kita harus bekerja untuk hidup
Estimasi ‘biaya hidup’ adalah menyesatkan – masih terdapat cara hidup meskipun kecil. ‘Biaya kerja’ juga menyesatkan, dan itu tidak murah.
Setiap orang tau apa yang dikerjakan oleh para pembantu rumah dan para pencuci piring untuk menjadi tulang punggung didalam system ekonomi. Semua momok dari kemiskinan – kecanduan, keluarga yang berantakan, kesehatan yang buruk – merupakan persamaan dari rangkaian ini; seseorang yang bertahan dari semua ini dan entah bagaimana, menunjukan suatu keajaiban dalam bekerja. Pikirkan apa yang bisa dicapainya jika mereka bebas mengunakan kekuatannya untuk sesuatu yang lain daripada mencari keuntungan bagi pemilik perusahaan.
Bagaimana dengan para bos, diuntungkan untuk menjadi yang teratas di pyramid? Anda mungkin berpikir mendapatkan gaji yang tinggi berarti mendapatkan uang dan mendapatkan kebebasan, tetapi sayangnya tidak semudah itu. Setiap pekerjaan memerlukan biaya yang tersembunyi; sama seperti pencuci piring harus membayar ongkos bus pergi dan pulang kerja setiap hari, pengacara perusahaan harus bersedia terbang kemana saja untuk mencatat setiap momen, untuk mengurus keanggotaan istimewa di setiap pertemuan bisnis informal, untuk memiliki rumah kecil untuk melayani makan malam tamu dan sekaligus klien. Karena inilah sangat sulit bagi pekerja kelas menengah untuk menabung uang yang cukup untuk berhenti kerja dimana ketika mereka bergerak maju dan keluar dari kesibukan ridak menentu; mencoba untuk maju didalam ekonomi pada dasarnya berarti berlari di tempat. Paling baik, anda mungkin sangat ahli menggunakan treadmill, anda harus berlari kencang untuk tetap ditempat, tidak beranjak kemana-mana.
Seluruh biaya finansial dari bekerja merupakan pengeluaran terakhir yang sangat mahal. Di suatu survey, pada setiap orang dengan bermacam profesi, ditanyakan tentang berapa banyak uang yang mereka perlukan untuk menghidupi kehidupan yang mereka inginkan; mulai dari fakir miskin sampai kaum bangsawan, mereka menjawab dengan perkiraan dua kali dari berapapun jumlah penghasilan mereka saat ini. Jadi bukan hanya uang yang membutuhkan biaya untuk dihasilkan, melainkan seperti obat-obatan yang membuat efek candu, selalu saja kurang untuk dipenuhi. Dan semakin kamu berada di dalam struktur hirarki, semakin kamu akan bekerja keras untuk mempertahankan tempat kamu. Para eksekutif yang kaya raya harus melupakan hasratnya yang tidak ingin diatur dan melupakan kesadarannya, harus yakin pada diri sendiri bahwa dirinya pantas untuk mendapatkan lebih dari kemalangan para pekerja yang berada dibawahnya, yang bekerja mempersiapkan segala kenyaman sang eksekutif, harus lebih lembut dari hati untuk mempertanyakan, untuk membagi, untuk membayangkan kehidupannya sendiri di bawah kaki orang lain, jika tidak demikian, cepat atau lambat lawan-lawan yang lebih kejam akan menggantikan dirinya. Kerah biru dan kerah putih, keduanya harus membunuh dirinya untuk mempertahankan pekerjaannya yang membuatnya hidup, ini hanya permasalahan fisik atau destruksi spiritual. Semua itu adalah ‘biaya’ yang harus kita bayar secara individual, dan juga ada ‘harga global’ untuk membayar seluruh kegiatan kerja ini. Selain biaya lingkungan, ada juga penyakit yang muncul akibat bekerja, termasuk cedera, dan kematian: tiap tahun kita membunuh manusia dengan menjual ribuan hamburger dan menjual kartu keanggotaan klub kesehatan bagi mereka-mereka yang bertahan hidup. Departemen tenaga kerja US melaporkan bahwa jumlah orang yang menderita cedera fatal ketika bekerja pada tahun 2011 dua kali lebih banyak dari pada korban 11 September, dan jumlah itu belum termasuk penyakit yang muncul akibat pekerjaan. Yang terpenting, jauh melebihi harga-harga, adalah ‘biaya’ dari tidak pernah untuk belajar bagaimana menentukan hidup kita sendiri, tidak pernah mendapatkan kesempatan untuk menjawab atau bahkan untuk mempertanyakan apa yang akan kita lakukan untuk bumi ini di masa kita sekarang jika segala hal sesuai dengan kehendak kita. Kita tidak akan pernah tahu seberapa parah kita menyerah untuk menetap di dunia yang penuh dengan orang-orang yang terlalu sibuk, penuh dengan orang-orang yang terlalu miskin, dan penuh dengan orang-orang yang dikalahkan untuk tunduk dengan dunia.
Kenapa harus bekerja, jika itu terlalu mahal dan beresiko?? Setiap orang tau jawabannya – tidak ada cara lain untuk memperoleh sumber daya alam yang kita perlukan untuk bertahan hidup, atau untuk alasan itulah masyarakat berpartisipasi secara menyeluruh. Seluruh bentuk masyarakat yang lampau yang (bertimbal balik dengan sekarang) memungkinkan segalanya bisa terjadi telah dberantas – telah diusir oleh conquistadors (para penjelajah), penjual budak, dan korporasi yang telah menanggalkan kesukuan, tradisi, dan juga ekosistem secarah menyeluruh. Kebalikan dari propaganda kapitalis, kemanusiaan yang bebas tidak akan berbondong-bondong menuju pabrik untuk di seleksi jika mereka mempunyai pilihan lain, bahkan tidak akan menggunakan kembali merk sepatu dan perangkat lunak komputer.
Dengan melakukan kerja, belanja dan membayar tagihan, setiap orang membantu melestarikan kondisi yang mengharuskan aktivitas ini terus bertahan. Kapitalisme terus bertahan karena setiap dari kita menginvestasikan apa saja di dalamnya; seluruh energy kita dan kecerdikan kita ke dalam pasar, seluruh sumber daya di investasikan ke dalam supermarket dan dalam pasar saham, seluruh perhatian kita dicurahkan kedalam media. Lebih tepatnya, kapitalisme terus bertahan karena seluruh kegiatan keseharian kita adalah kapitalisme. Tetapi akankah kita akan melanjutkannya jika kita mempunyai pilhan yang lain?
Mitos 5: Kerja adalah jalan untuk memenuhi kebutuhan
Kebalikannya, alih-alih membantu orang-orang untuk mencapai kebahagiaan, kerja justru mendorong untuk menyangkal diri sendiri dan menjadi semakin buruk.
Mematuhi guru, bos, tuntutan pasar – belum lagi tentang hukum, harapan orang tua, naskah suci agama, norma sosial – telah dikondisikan kepada kita, sejak dari bayi, untuk menahan hasrat kita masing-masing. Mematuhi perintah menjadi refleksi yang tidak disadari, benar atau tidak hal ini telah menjadi perhatian kita, menjadi kondisi natural kedua.
Menjual waktu daripada melakukan berbagai hal yang sesuai dengan kepentingan kita masing-masing, kita telah mengevaluasi hidup kita masing-masing berdasarkan seberapa banyak yang kita bisa dapatkan dalam pertukaran dengan sistem ini, bukannya berpikir bagaimana kita bisa keluar dari lingkar sistem ini. Begitupun dengan budak freelance (pekerja paruh waktu) menjajaka hidup kita per-jam, kita berpikir bahwa diri kita setiap bagiannya mempunyai harga; jumlah dari harga menjadi ukuran kita terhadap nilai. Dalam hal itu, kita telah berubah menjadi komoditi, sama seperti sikat gigi dan tisu toilet. Apa yang dulu di sebut manusia sekarang disebut pekerja, sama seperti apa yang dulunya adalah babi maka sekarang adalah potongan daging babi. Hidup kita telah menghilang, dihamburkan seperti uang, yang telah kita tukarkan kedalam uang.
Sering kali, kita dimanfaatkan untuk tidak memiliki sesuatu dengan mudah yang menurut kita bermanfaat, harus menuntut kita berkorban untuk menyatakan bahwa kita sangat perduli tentang sesuatu. Kita menjadikan diri sendiri sebagai martir untuk ide-ide, suatu sebab, ekpresi cinta terhadap yang lain, bahkan ketika hal tersebut seharusnya membantu kita untuk mendapatkan kebahagiaan.
Sebagai contoh, sebuah keluarga, dimana orang-orang didalamnya mewujudkan kasih sayang dengan bersaing sebagai seorang yang harus diperhatikan lebih dari yang lain. Kepuasan bukan hanya tertunda, hal tersebut telah berlalu dari satu generasi ke generasi berikutnya. Tanggung jawab untuk menikmati semua kesenangan mungkin disimpan selama bertahun-tahun kedalam kerja keras tanpa pamrih yang ditangguhkan untuk anak-anak; ketika sudah berumur, jika mereka harus menjadi orang dewasa yang bertanggung jawab maka mereka tetap harus bekerja sampai jari mereka menjadi tulang.
Dan dollar harus dihentikan disuatu hari!!
Mitos 6 : Kerja menanamkan inisiatif
Setiap orang bekerja keras di masa sekarang ini, itu sudah pasti. Mengikat akses ke sumber daya alam dan kinerja pasar telah menyebabkan produksi yang belum pernah terjadi sebelumnya dan kemajuan teknologikal yang luar biasa. Memang, pasar telah memonopoli dan menutup segala akses bagi pengembangan kapasitas kreativitas kita sendiri sampai sedemikian luas, sehingga banyak orang bekerja bukan hanya sekedar bertahan hidup tetapi juga untuk mendapatkan sesuatu untuk dikerjakan. Tetapi inisiatif yang seperti apa yang ditanamkan??
Mari kembali sejenak ke isu pemanasan global, salah satu kirisis yang paling serius yang mengancam bumi. Setelah penyangkalan beberapa dekade, para politisi dan para pebisnis akhirnya berduyun-duyun beraksi, untuk melakukan sesuatu. Dan apakah yang dilakukan oleh para politisi dan pebisnis tersebut? Melakukan casting (syuting pendek) untuk memperoleh pemasukan! Investsi karbon, “clean” coal (batubara yang bersih), “green” investment firms (bidang usaha investasi yang bersahabat dengan lingkungan) – adakah yang mempercayai bahwa dengan cara seperti inilah yang efektif untuk menghentikan gas rumah kaca? Sangat ironis ketika malapetaka yang disebabkan oleh konsumsi kapitalis bisa digunakan kembali untuk memacu konsumsi yang lebih, tetapi kemudian ini yang melahirkan semacam inisiatif kerja. Orang seperti apakah yang ketika dikonfrontasikan dengan tugas untuk mencegah berakhirnya kehidupan dibumi, merespon dengan jawaban; tentu saja, tapi apa yang saya bisa dapatkan dari hal itu??
Jika segalanya didalam kehidupan masyarakat harus diarahkan oleh motivasi profit untuk menuju sukses, hal tersebut sama sekali bukanlah inisiatif, tetapi merupakan hal yang lain. Tentang inisiatif yang sebenarnya, adalah memulai nilai yang baru dan perilaku dalam bentuk baru – tentu saja hal ini bukan merupakan jalan pikiran bagi pemilik perusahaan dan pebisnis yang diperuntukkan bagi karyawannya yang sedang dilanda kelelahan. Bagaimana jika bekerja –yang adalah menyewakan kekuatan kreatifmu kepada pihak lain, entah itu ke pihak menejer atau konsumen – penyebab terkikisnya inisiatifmu??
Bukti penjabaran ini jauh melebihi dari sekedar tempat bekerja. Berapa banyak, orang yang hadir penuh dalam bekerja, tidak pernah telat datang ke latihan musik?? Kita tidak dapat mengikuti kelas baca dalam klub buku kita sendiri bahkan ketika kita telah menyelesaikan tugas kampus tepat waktu; segala sesuatu yang kita inginkan dalam hidup selalu berakhir dan berada didalam daftar paling bawah dari jadwal kegiatan keseharian kita. Kemampuan untuk menjalani komitmen menjadi sesuatu yang berada diluar dari diri kita sendiri, selalu terkait dengan imbalan tertentu dan hukuman.
Bayangkan sebuah dunia dimana segala sesuatunya dikerjakan oleh mereka didasari karena mereka menginginkannya, didasari investasi personal dalam mengerjakannya. Bagi setiap bos yang berjuang untuk memotivasi pekerja yang sudah tidak tertarik lagi (acuh tak acuh), maka ide-ide untuk bekerja kepada orang lain merupakan impian semata, tidak nyata. Tetapi ini tidak untuk membuktikan bahwa tidak ada yang dapat diselesaikan tanpa kehadiran bos dan upah kerja – hal ini bermaksud menggambarkan bagaimana kerja justru melemahkan inisiatif.
Mitos 7 : Kerja memberikan keamanan
Mari beranggapan bahwa kerjaan kalian tidak pernah membuatmu cedera, tidak pernah meracunimu, atau membuatmu sakit. Mari pula menganggap bahwa system perekonomian tidak akan ambruk dan mari bekerja dan menabung hasilnya, kemudian tidak akan ada lagi yang akan membuatmu cemas, selain pencegahan terhadap criminal dan perampokan. Tetap saja kamu tidak yakin bahwa kamu tidak akan dirampingkan dari kerjaan/jabatanmu. Di kondisi sekarang tidak ada orang yang bekerja untuk bos yang sama selama hidupnya; kamu bekerja selama beberapa tahun dalam satu tempat sampai suatu ketika mereka akan menggantikanmu dengan tenaga yang lebih muda dan lebih murah atau menyewa tenaga dari luar. Kamu bisa berjuang sekuat tenaga untuk membuktikan kamu yang terbaik di bidangmu dan tetap saja akan berakhir dan digantikan.
Kamu harus mengandalkan pimpinanmu untuk mengambil keputusan cerdas dalam menulis slip gaji – mereka tidak bisa begitu saja membuang-buang uang dan mereka bisa saja menganggap tidak perlu membayarmu. Tetapi kamu tidak pernah tahu kapan kecerdasan tersebut berbalik melawanmu: mereka yang kamu andalkan untuk mata pencaharianmu-pun tidak tahu pasti tentang kepastian nasibmu, bahkan melalui perasaan. Jika kamu adalah wiraswasta, kamu mungkin tahu bagaimana keadaan pasar yang cenderung berubah-ubah. Tidak dapat dipastikan.
Lalu apa yang bisa disebut keamanan yang sebenarnya? Mungkin dengan menjadi bagian jangka panjang dari komunitas dimana orang-orang didalamnya saling membantu lainnya, sebuah komunitas berdasarkan gotong-royong (mutual assistance) daripada finansial insentif. Dan apakah yang yang menjadi kendala utama dalam membangun komunitas swakelola tersebut?? Jawabannya adalah: kerja!
Mitos 8 : Kerja mengajarkan rasa tanggung jawab
Siapakah yang paling sering menanggung akibat dari tindakan yang tidak adil di sepanjang sejarah? Jabannya adalah pekerja. Ini bukan dimaksudkan bahwa para bos yang bertanggung jawab atas hal ini – seperti pembelaan para bos yang mereka sampaikan kepada kita.
Apakah dengan menerima upah dengan mudah akan serta-merta membebaskan kamu dari tanggung jawab dari aktivitasmu? Bekerja seolah-olah hadir sebagai hal yang membantu perkembangan yang telah terjadi. Alasan yang paling sering ditemui adalah “saya hanya menjalankan perintah” – ini telah menjadi ‘nyanyian umum’ dan pembelaan dari jutaan karyawan. Kerelaan untuk ‘menjalankan perintah’ ini, telah memastikan hati nurani seseorang di lingkungan kerja bahwa – faktanya, yang orientasinya hanya untuk uang – merupakan dasar dari banyaknya permasalahan yang mengganggu spesies manusia.
Manusia telah melakukan hal-hal yang menyeramkan tanpa perintah, juga – namun tidak melakukan banyak hal yang menyeramkan. Kamu bisa beranggapan – kepada seseorang yang melakukan hal yang buruk bagi dirinya sendiri: bahwa dia melakukannya dengan alasan berdasarkan keputusannya sendiri. Para karyawan, di satu sisi, bisa saja melakukan tindakan yang tidak bisa dibayangkan bodohnya dan merusak apa saja sambil menolak untuk memikirkan tentang konsekuensinya.
Masalah sebenarnya, tentu saja, bukan terletak pada karyawan yang menolak untuk bertanggung jawab atas segala tindakannya – tetapi sistem ekonomi yang memaksa bertanggung jawab adalah penghalang, yang hadir dengan sangat mahal.
————————-
Karyawan membuang sampah beracun ke laut dan sungai.
Karyawan membantai sapi dan melakukan percobaan ke monyet.
Karyawan memboroskan banyak makanan.
Karyawan telah menghancurkan lapisan ozon.
Mereka mengawasimu, setiap gerak-gerikmu melalui kamera keamanan.
Mereka segera mengusirmu ketika kamu tidak membayar sewa.
Mereka memenjarakanmu ketika kamu tidak membayar pajak.
Mereka akan mempermalukanmu ketika kamu tidak menyelesaikan pekerjaan rumahmu atau ketika kamu terlambat ke kantor.
Mereka memasukan informasi tentang kehidupan pribadimu kedalam berbagai laporan keamanan dan file FBI.
Mereka memberimu surat tilang dan mengambil mobilmu.
Mereka mengelola standarisasi ujian, pusat tahanan bagi remaja, dan suntikan yang mematikan
Para tentara yang menggiring orang-orang ke ruangan gas mematikan juga adalah seorang karyawan. Sama seperti tentara yang menduduki Irak dan Afganistan, sama seperti pelaku bom bunuh diri yang ingin menghancurkan tentara tersebut – mereka juga adalah karyawan oleh Tuhan, berharap mendapat balasan di surga kelak.
—————————-
Sudah Cukup!!
Kamu harus membayar jalan hidupmu – meski itu berarti melakukannya dengan biaya dari orang lain. Selebihnya, segala yang lain dari pada itu adalah: tidak masuk akal, bunuh diri, dosa terhadap Tuhan, menghianati orang tua mu sendiri, sebuah tamparan di wajah untuk seluruh kaum miskin yang tidak punya banyak pilihan, dan pelanggaran terhadap ketentuan masa percobaan kerjaan – termasuk kalian-kalian yang dimanjakan (dan seolah-olah nakal) dengan dana bantuan lembaga atau perusahaan!!
Saat-nya kalian masuk ke ruangan dan kembali bekerja!!
Mari memperjelas masalah ini – mengkritik dunia kerja tidak selalu berarti menolak tenaga kerja, daya upaya, ambisi, atau komitmen. Tidak selalu berarti bahwa menuntut penghancuran dunia kerja maka segalanya akan menyenangkan dan mudah. Bertarung melawan kekuatan yang memaksa kita untuk bekerja merupakan pekerjaan yang tidak mudah. Bermalas-malasan bukanlah jalan keluar yang pantas, sebab bermalas-malas hanyalah sebagai salah satu produk dari kerja.
Perlu digaris bawahi: setiap dari kita sangat pantas untuk menciptakan segala potensial yang kita miliki dan sesuai bagi kita, sebagai tuan bagi tujuan kita masing-masing. Ketika dipaksa untuk menjual seluruh potensial dan kreatifitas kita demi sekedar bertahan hidup adalah hal yang tragis dan memalukan manusia.
Kita tidak harus hidup seperti yang telah terjadi sekarang ini…
—————
Tetapi apa yang akan terjadi jika tidak ada yang bekerja?? Sweatshop (tempat dimana pekerja-pekerja membanting tulang dengan gaji yg rendah) akan kosong dan lini-lini produksi dan perakitan akan terhenti, setidaknya tidak seorang pun yang akan memproduksi sesuatu dan tidak akan ada yang menawakan dirinya secara sukarela. Kegiatan marketing akan terhenti. Individu-individu yang memegang kekuasaan terhadap hidup orang lain akan belajar pengetahuan sosial yang lebih baik. Kemacetan lalu-lintas akan teratasi dengan sendirinya, begitupun dengan tumpahan minyak. Uang kertas dan applikasi kerja akan digunakan sebagai pemicu bagi setiap orang untuk kembali ke pertukaran barang dan saling berbagi. Rumput dan bunga-bunga akan tumbuh diantara trotoar jalan yang retak, nantinya akan tumbuh pepohonan buah-buahan.
Dan kita akan kelaparan sampai mati. Tetapi kita tidak hidup dari dokumen-dokumen pekerjaan dan tidak hidup didalam evaluasi kinerja, benar kan? Kebanyakan yang telah kita lakukan sekarang ini dan melukannya demi uang adalah sangat tidak relevan bagi kelangsungan hidup kita – selain itu tidak memberi makna hidup sama sekal
————————
Pamplet ini pilihan dari buku berjudul Work, buku keluaran CrimethInc ex-Workers Collective, dengan 376 halaman yang menganalisa produksi kapitalisme secara kontemporer. Untuk amunisi lainnya silahkan konsultasi ke www.crimethinc.com Alih bahasa oleh Dodie.
Catatan:
Beberapa contoh kasus dalam pamplet ini, di tiap-tiap poin tentang mitos, adalah berbasis di Amerika Serikat. Namun ini bukan berarti tidak terjadi di Indonesia dan juga ini bukan berarti kami berhaluan barat, seperti yang sudah biasa orang-orang klaim untuk kami. Yang lebih ditekankan adalah bukan menghabiskan waktu membahas bagaimana pelanggaran-pelanggaran kerja itu terjadi, melainkan menganalisa karakter yang menciptakan situasi dunia kerja tersebut. Apa yang terjadi di Amerika Serikat kemungkinan juga terjadi di Indonesia, India, Nigeria, dan berbagai negara lainnya.
Pelanggaran kerja pasti terjadi namun yang lebih diutamakan adalah pemahaman tentang dunia kerja itu sendiri. Membongkar keburukannya, menceritakan banyak hal yang mungkin belum pernah diketahui, sehingga lebih memungkinkan untuk penghancuran sistem ini daripada berdalih untuk memperbaiki dan membawanya ke ranah hukum. Lagipula tujuan blog rahasia publik bukan untuk memperbaiki sistem sosial sekarang ini.
Mengapa dunia kerja? Bagi beberapa orang membahas dunia kerja adalah hal yang membosankan. Mungkin benar begitu. Entah suka atau tidak suka – dunia kerja, dan kerja upahan masih merupakan isu sentral dalam sistem ekonomi moderen. Muncul ide bahwa budaya konsumeris akan menghantarkan setiap orang untuk mencintai pekerjaannya, dengan dalih protes terhadap tekanan kerja akan terhapus dengan keinginan untuk berbelanja produk-produk. Namun ada yang terlewatkan, yaitu bagaimana lini produksi itu tercipta jika tidak melalui tenggat waktu kerja?? Dalih persamaan hak, menghantarkan para sarjana belomba-lomba untuk membuka bisnis dan usaha lainnya. Demi ilusi menyelamatkan kemiskinan yang terjadi di negaranya masing-masing. Tetapi apakah penyebab kemiskinan itu??
Beberapa proyek rahasia publik kedepan akan mengutamakan kondisi dunia kerja. Segala perkembangan karateristiknya, yang memicu pemahaman bahwa kapitalisme moderen adalah sistem yang bersahabat. Sekilas, mungkin terlihat demikian, namun itu cuma tampilan luarnya saja. Terdapat banyak penyesuaian-penyesuaian dalam level manajemen, kebijakan stuktural yang dinamis, pembelajaran organisasi dan pendekatan psikologis terhadap pekerjanya, dan sebagainya. Tetapi untuk apakah semua itu?? Perbaikan sistem produksi dan distribusi, dan yang paling penting, tentu saja, untuk memperpanjang sistem ekonomi sekarang ini.
0 komentar:
Posting Komentar