Reportase Sidang Perdana Dua Kombatan Jogja (Eat & Billy)


Kasus serangan politik dari Long-Live Luciano Tortuga Cell – FAI Indonesia terhadap Anjungan Tunai Mandiri (ATM) BRI di Jalan Affandi, Mrican, Caturtungal, Depok, disidangkan pertama kali pada hari Senin 31 Januari 2011. Dua orang kombatan sosial, Billy Agustan (Billy) dan Reyhard Rumbayan (Eat) yang mengambil tanggung jawab atas serangan ini  dijerat pasal berlapis oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada sidang perdana yang berlangsung di Pengadilan Negeri Sleman.

Tim kuasa hukum para kombatan sosial yaitu Andi Suryo Awalludin SH dan Hillarius NG Merro SH tak mengajukan eksepsi (keberatan) kepada majelis hakim. Di hadapan Ketua Majelis Hakim Mulyanto SH, tiga orang JPU yaitu Wiwik Triatmini SH, Wahyu Handoko SH dan Tri Widi membacakan surat dakwaan secara bergantian. Dalam kasus ini kedua kombatan tersebut (Eat & Billy) didakwa dengan tuduhan sama dan dakwaan yang sama namun dengan memiliki peran berbeda.

Dakwaan itu terdiri dari:
  1. Pasal 7 UU No. 15 Tahun 2003 tentang penetapan Peraturan Perundang-undangan (Perpu) UU No 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme,
  2. Pasal 15 UU No. 15 Tahun 2003 tentang penetapan Peraturan Perundang-undangan (Perpu) UU No 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme,
  3. Pasal 170 ayat (1) KUHP mengenai tindak pidana dengan tenaga bersama melakukan kekerasan terhadap orang (pengeroyokan),
  4. Pasal 187 ke (1) KUHP tentang pembakaran, dan
  5. Pasal 406 ayat (1) KUHP tentang perusakan barang milik orang lain.
Dua pasal terakhir dikaitkan dengan pasal 55 ayat (1) ke 1-KUHP yaitu tentang turut serta melakukan tindakan melawan hukum.
Usai sidang, JPU Wiwik Triatmini SH menolak berkomentar soal pertimbangan jaksa mendakwakan lima pasal berbeda pada satu kasus tersebut. Triatmini justru menunjuk Kepala Seksi Tindak Pidana Umum (Kasipidum) sebagai orang yang dapat menjelasan soal itu. Ia juga enggan menjelaskan penggunaan UU teroris dalam kasus ini dengan alasan belum membuka Berkas Acara Pemeriksaan secara lebih detail. 
Usai mendengar keterangan dakwaan dari jaksa, tak satu pun anggota tim penasehat hukum terdakwa mengajukan eksepsi. Andi Suryo Awalludin SH menilai surat dakwaan jaksa tak mengandung pelanggaran absolut, yakni mengenai lokasi dan waktu terjadinya perkara. Awalludin beralasan eksepsi hanya bisa diajukan jika ada perbedaan fakta kejadian perkara. 
Meski begitu Awalludin menyayangkan penggunaan pasal UU Terorisme oleh JPU dan pasal tambahan lainnya. Menurutnya tindakan kedua kombatan tersebut yang diwakilinya tidak mengandung unsur terorisme karena tak ada unsur bahan peledak dalam pembakaran ATM BRI. Awalludin mengatakan bahwa jaksa terlalu memaksakan penggunaan undang-undang tersebut. Seharusnya jaksa harus memilih salah satu dakwaan dan tidak menggunakan pasal berlapis. Lebih lanjut ia juga mengatakan bahwa UU Terorisme tak bisa diterapkan pada kasus yang menimpa kliennya. Alasannya, kedua kombatan tersebut tidak terlibat dalam lembaga atau jaringan terorisme di Indonesia. Aksi pembakaran yang dilakukan seharusnya termasuk dalam kategori tindak pidana murni dan tidak berkaitan dengan terorisme. 
Sidang ini sendiri berlangsung 90 menit dan akan dilanjutkan pada hari Selasa 7 Februari dengan agenda mendengarkan keterangan saksi dari pihak JPU.

0 komentar:

Posting Komentar