Sebuah Surat Yang Terlambat Datang


Komunike di bawah ini ditulis dan dipublikasikan pertama kali oleh Milisi Pecundang. Sebagai respon menyambut pemilihan kepala daerah (bupati) di kabupaten Sidoarjo. Sebuah kabupaten yang sebagian besar daerah pemukimannya terkena luapan lumpur akibat aktifitas tanpa batas dari PT LAPINDO BRANTAS. Anak perusahan dan bagian integral dari Bakrie Group, kepunyaan konglomerat bajingan Aburizal Bakrie dan keluarganya.

Lapindo Brantas adalah anak korporasi dari Energi Mega Persada, yang dimiliki oleh Bakrie & Brothers - salah satu kapitalis besar di Indonesia - yang menghancurkan kehidupan komunitas di beberapa kecamatan di Sidoarjo. Tak puas merebut tanah dan kehidupan masyarakat, mereka juga hendak memapankan posisi mereka dengan memasukkan 3 petinggi korporasi; Yuniwati (Vice President PT. Lapindo Brantas Inc), Bambang Prasetyo Widodo (Direktur Utama PT. Minarak Lapindo Jaya), dan Gesang Budiarso (Komisaris PT. Minarak Lapindo Jaya) sebagai calon Bupati Sidoarjo 2010 - 2015. Pencalonan itu diprotes oleh anak-anak muda yang dijadikan tumbal oleh korporasi. Mereka memprotes dengan membuat karya seni jalanan. Protes tersebut bukan hanya ditujukan kepada para calon Bupati dari Bakrie & Brothers, tapi pada semua bentuk kekuasaan yang tersentral dan hierarkis. Perlawanan terhadap kekuasaan dan korporasi pun terus berjalan.

Komunike ini sebagai salah satu bagian dari perjuangan di atas, bagi kami masih tetap mempunyai arti penting hari ini, mesti peristiwa tersebut telah lewat. Sebagai bahan pengingat juga evaluasi langsung terhadap perjuangan panjang melawan NEGARA dan KAPITAL yang tengah berlangsung hari ini.

Panjang umur perjuangan otonom !!! 
Panjang umur solidaritas horizontal !!!
Panjang umur insureksi !!!

* * *

(untuk para saudaraku sepermainan lumpur di Porong-Sidoarjo)

Hari ini sekali lagi, kehidupan kalian ditentukan oleh sepotong kertas dan sebentuk kotak. Ditentukan oleh segerombolan penjahat yang sebelumnya telah menenggelamkan rumah di mana kalian berbagi kehangatan kala pagi.

Mereka juga adalah orang-orang yang menenggelamkan sawah dan ladang dimana cinta dan harapan kalian tanam lalu disirami keringat dan kerja keras. 

Para begundal itulah yang pernah mengingkari kejahatan yang mereka lakukan sehingga hingga kini, kalian masih tetap berada di sini. Di barak-barak penampungan yang penuh gangguan penyakit, rasa tak nyaman serta kegelisahan dan teror akan hari esok yang tak kunjung berubah. 

Dan hari ini sekali lagi, mereka dengan jelas-jelas mengangkangi kalian. Mempecundangi rasa sakit serta pedih yang mencambuki kalian selama lebih dari 4 tahun. Mereka dengan sengaja menyiramkan perih ke dalam penantian kalian, karena memang tangisan dan rintih itu tak cukup kuat untuk memaksa mereka menengok ke arah kalian. 

Tak akan mungkin itu terjadi. Sebab licinnya jas mereka yang berharga jutaan rupiah jauh lebih berharga ketimbang senyum anak-anak kalian, dbandingkan dengan keriangan yang telah dimusnahkan oleh lumpur-lumpur. Bagi mereka jauh lebih utama adalah berbicara tentang hitung-hitungan politik sembari mengatur tentang pembagian wilayah kekuasaan masing-masing orang. Mereka adalah segelintir orang yang diuntungkan karena masih banyak dari kita yang diam. 

Kini mereka mengirimkan undangan ke dalam barak-barak yang sudah sekian lama mengakrabi kita. Mengajak kita dengan dusta agar mau terlibat dalam kasak-kusuk pesta mereka. Pesta demokrasi yang tak akan pernah menjadi milik kita. Tak akan bisa menjawab mengapa hingga sekarang masih saja kita terpinggirkan dan dianggap lalu, mengeras di barak-barak ini. 

Sementara mereka dengan enteng mengatur tentang jadwal kampanye, memasang baliho berukuran raksasa, menentukan hari dan tempat-tempat pemilihan. Lalu menyeret kita agar mau memberikan satu tusukan di sebuah gambar, memasukkan itu ke kotak kosong sekosong janji mereka, dan membiarkan jari kita dilumuri tinta berwarna. 

Jangan saudaraku. Jangan kau biarkan itu sampai terjadi. Jangan pula kau bekukan amarah dan rasa muak itu hanya dalam mimpi. Cairkan ia dibawah matahari agar bisa menjadi tumpahan minyak yang menjalar dan membakar semuanya. Semua prasasti kegetiran yang tak cukup hanya dibahasakan dengan kertakan gigi. 

Semuanya kini harus lebih dari sekedarnya. Bukan hanya sekedar acungan tinju seperti yang ditawarkan oleh kaum kebanyakan. Namun sebuah tinju yang mesti telak menghancurkan rahang musuhmu. Memberi mereka sebuah pertanda, bahwa di kegelapan barak-barak penampungan ini, kita telah bersepakat. Tak akan lagi kita biarkan penantian kita menjadi iringan musik saat mereka menari. Telah kita mulai sebuah perang yang tak akan berhenti hingga semuanya hancur dan runtuh. 

Oleh karenanya, adalah benar jika kau putuskan untuk menggalang sebanyak mungkin saudara kita yang lain agar menjadi lesu. Menjadi pemalas dan tak berkeinginan lagi menyambangi kotak-kotak suara itu. Biarkan para penakut memilih pemimpin untuk diri mereka sendiri. Kita tak butuh itu. 

Juga benar jika kau kuatkan hati saudaramu, agar mau teguh dalam pertempuran yang baru saja dimulai. Jangan kecut agar tak mudah terbeli seperti mereka yang lain. Ajarkan juga kepada saudara kita yang lain agar berani mewakili diri sendiri. Biar esok, kita tak butuh lagi orang-orang bodoh dan pengecut yang bicara atas nama kita. 

Sebarkan ranjau untuk penguasa dan para pemilik pabrik itu dimanapun bisa kau letakkan. Semaikan sebanyak mungkin perintang-perintang berduri agar mereka tak bisa mendekati kalian. Namun bersihkanlah hatimu dari duri dan biarkan ketulusan memandumu mengarahkan anak panah. 

Tetaplah kau tegak dihadapan musuh dan yakini bahwa sebuah kemenangan akan datang jika kita mengajak semakin banyak kawan berperang bersama. Jangan ragu untuk mengabarkan ke seluruh sudut tentang keberanian kalian menentang penguasa. Sekecil apapun itu. 

Asahlah hatimu agar menjadi berani dan juga awas. Menjadi liar namun tetap penuh perencanaan. Jangan sampai biarkan dirimu dipukul mundur oleh mereka. Lalu mulailah untuk saling membagi hangatnya perjuangan bersama saudara-saudara kita yang hatinya masih kedinginan. 

Percayalah pada dirimu sendiri, pada kemampuanmu, pada saudara dan sahabatmu. Orang-orang yang tetap mendukung dan mau bersamamu menyeberangi lautan lumpur ini. Jangan takabur dan congkak jika sekali musuh dipukul mundur. Namun siapkan dirimu untuk sebuah perang terbuka yang jauh lebih besar dan melelahkan. 

Kita adalah saudara. Aku akan berperang disampingmu. Mari!!!


Milisi Pecundang
(24 Juli 2010 - Ketika terdengar kabar buruk itu)

0 komentar:

Posting Komentar