Bima Kembali Membara, Pelabuhan Sape Diduduki


Aksi penolakan terhadap beroperasinya tambang emas di Bima, Nusa Tenggara Barat terus berlanjut. 5000 petani yang berasal Kecamatan Lambu melakukan aksi pendudukan di pelabuhan Sape. Pendudukan ini sendiri sudah berlangsung sejak 5 hari (dimulai Minggu 18 Desember 2011) hingga hari ini Kamis (22 Desember 2011) siang. Upaya polisi membubarkan massa juga gagal dan tak ada titik temu.

Warga Lambu, Bima tetap pada tuntutannya, mendesak bupati mencabut izin operasi perusahaan tambang emas di Lambu. Warga Bima yakin keberadaan tambang emas tersebut mengancam pekerjaan mereka sebagai petani lantaran areal tambang berada tepat di sumber mata air yang menjadi titik air bersih untuk konsumsi masyarakat. Kegiatan pertambangan ini akan mengambil lahan pemukiman serta areal perkebunan masyarakat seluas 24.980 hektar. Lahan konsesi ini adalah areal pertambangan emas diyakini masyarakat akan mencemari lingkungan terutama sumber mata air bersih warga di kabupaten Bima. Protes dan penolakan tambang ini sudah berlangsung selama hampir setahun terakhir, namun belum mendapat tanggapan dari bupati. 

Akibat aksi ini, aktivitas Pelabuhan Sape lumpuh total. Pelabuhan Sape sendiri adalah pelabuhan yang menghubungkan wilayah Bima, NTB dengan Nusa Tenggara Timur. Seluruh aktivitas pelabuhan baik penyeberangan maupun bongkar muat tidak bisa dilakukan. Lebih jauh dari pada itu, warga yang sedang menduduki pelabuhan juga menyandera sebuah feri tujuan Bima-Sumbawa yang sedang bersandar di pelabuhan.

Aksi pendudukan pelabuhan Sape ini adalah bentuk kekecewaan mendalam masyarakat terhadap pemaksaan Bupati Bima, Nusa Tenggara Barat yang bernama Ferry Zulkarnain. Penolakan masyarakat terhadap rencana beroperasinya PT Sumber Mineral Nusantara tidak juga direspon positif. Justru sebaliknya, pihak pemerintah daerah (Pemda) Bima justru mengeluarkan Surat Keputusan (SK) Bupati bernomor 188 tahun 2010 yang menjadi pelicin untuk pihak PT Sumber Mineral Nusantara melakukan rencana penambangannya.

Aksi pendudukan pelabuhan Sape ini segera direspon oleh pihak Pemda dengan menurunkan personil kepolisian yang berasal dari Kompi Bima, Kompi Dompu dan Kompi Sumbawa untuk membubarkan para petani yang sedang melakukan pendudukan. Upaya ini sempat memicu kemarahan petani yang berbalik mengacungkan senjata ke arah polisi. Mengantisipasi serangan dan represi dari petugas kepolisian, para petani sudah mulai mempersiapkan diri untuk melakukan perlawanan dengan mempersenjatai diri menggunakan peralatan seadanya.

0 komentar:

Posting Komentar